RA vs Bank Sumsel Babel: Skorsing, Lembur, dan Gugatan Miliaran Rupiah

Palembang, SuperejaTV.com  – Suasana ruang sidang Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Senin pagi itu, 28 Juli 2025, tampak hening namun sarat ketegangan. Di kursi penggugat duduk seorang pria berinisial RA, mantan karyawan Bank Sumsel Babel, yang kini berhadapan dengan mantan tempatnya bekerja. Di seberang, tim hukum dari PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung—lembaga keuangan milik daerah yang sedang jadi sorotan.

Sidang yang dipimpin oleh hakim Romi Sinatra, SH, MH itu memasuki babak awal: pemeriksaan identitas para pihak dan kelengkapan dokumen. Namun, karena berkas dari kedua belah pihak belum lengkap, majelis hakim memutuskan untuk menunda jalannya persidangan dan menjadwalkan ulang sidang pekan depan.

“Sidang kami tunda, dilanjutkan minggu depan dengan agenda masih pemeriksaan identitas dan dokumen,” ujar Romi tegas dari balik palu hakimnya.

Tuntutan Panjang dan Rinci

Dalam dokumen gugatan setebal puluhan halaman yang dibacakan dalam persidangan, RA menuntut pemenuhan hak-haknya yang ia klaim dilanggar secara sistematis. Ia menggugat skorsing yang menurutnya tak sah, dan menuntut pembayaran hak lembur hingga uang pesangon dengan nilai total yang mencapai ratusan juta rupiah.

Berikut sebagian poin penting dari tuntutan RA:

  • Membatalkan dua surat skorsing yang dianggap tidak sah.

  • Menghitung pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak putusan hukum berkekuatan tetap.

  • Menuntut pembayaran 227 hari lembur pada 2024 dengan nilai mencapai lebih dari Rp 43 juta.

  • Hak General Check-Up selama 12 tahun sebesar Rp 31,9 juta.

  • Kompensasi kehilangan gaji akibat skorsing selama dua bulan sebesar Rp 20,4 juta.

  • Pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak yang ditaksir lebih dari Rp 389 juta.

  • Tuntutan untuk penerbitan Key Performance Indicator (KPI) dengan predikat “Baik”.

  • Tuntutan selisih kenaikan gaji 2025 dan upah proses hingga putusan inkrah.

Tak hanya itu. RA juga meminta bank menerbitkan surat pengalaman kerja (paklaring) sejak 2017, serta membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 1 juta per hari jika putusan tak dijalankan.

Ia juga mengajukan permohonan agar putusan perkara ini tetap dapat dijalankan meskipun tergugat menempuh upaya hukum seperti banding, kasasi, atau peninjauan kembali.

Respons Singkat dari Bank

Usai persidangan, perwakilan dari Bank Sumsel Babel memilih irit bicara. Saat ditemui awak media, mereka enggan mengomentari substansi perkara.

“Hari ini sidang masih soal identitas. Soal pokok perkara, silakan tanya ke pihak yang menggugat kami,” ujar salah satu perwakilan bank sambil berjalan cepat meninggalkan gedung pengadilan.

Dampak Lebih Luas

Gugatan ini menyibak kembali potret relasi industrial yang kerap tersembunyi di balik dinding bank daerah. RA, satu dari ribuan karyawan perbankan, kini membawa kasusnya ke meja hijau demi kejelasan status, keadilan atas hak normatif, dan nama baik yang ia rasa tercoreng.

Bank Sumsel Babel, sebagai tergugat, belum memberikan pernyataan resmi atas seluruh poin gugatan. Sidang lanjutan dijadwalkan pekan depan dengan agenda lanjutan pemeriksaan dokumen. Perkara ini akan jadi ujian, bukan hanya soal hak karyawan, tetapi juga komitmen institusi keuangan daerah terhadap transparansi dan keadilan hubungan kerja.**

TEKS : YULI | EDITOR : IMRON SUPRIYADI